Selasa, 21 Mei 2013

INCU PUTU NGALANGLANG BUANA

INCU PUTU NGALANGLANG BUANA

Kata siapa kasepuhan banten selatan itu primitif ? terisolir dengan segala aturan dan norma yang kolot dan tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman ? hal ini ternyata sejak tahun 70 -an telah ditepis oleh salaseorang incu putu dari kasepuhan banten selatan, tepatnya dari keturunan pancer pangawinan.
Tersebut lah Bapak Ali Rachman (alm), beliau seorang keturunan pancer pangawinan yang sudah tidak asing lagi di kalangan kasepuhan Banten Selatan. Hal ini dikarenakan beliau memiliki segudang pemikiran maju demi meningkatkan kualitas berfikir dan kualitas hidup masyarakat keturunan pancer pangawinan untuk menatap dan menuju masa depannya yang lebih baik.
Sejak tahun 60 -an beliau dipercaya oleh masyarakat dan Pemerintah Jawa Barat dalam hal ini Departemen Pertanian, mendirikan Gakoperta (Gabungan Koperasi Pertanian) yang bertempat di "Api Cita" Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, dan nyatanya masyarakat di lingkungan kasepuhan Banten Selatan tarap ekonomi dan pemahaman akan pentingnya pendidikan dan peningkatan kualitas pengelolaan pertanian menjadi semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya masyarakat turunan kasepuhan banten selatan yang bersekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, bahkan incu putu pancer pangawinan yang bergelar S-1 tidak kurang dari 100 orang dan mereka banyak yang sudah mengabdikan dirinya baik di pemerintahan, menjadi pengusaha, berwiraswasta dan sebagainya.
Bapak Ali Rachman pernah menjadi duta pertanian atau biasa disebut KTNA (Kontak Tani Nasional Andalan) perwakilan Jawa Barat, dan beliau sempat berkeliling ke- 9 negara di Asia, tentunya menjadi kebanggaan yang tiada tara bagi masyarakat Banten Selatan. Hal ini diantaranya sebagai buah karya beliau dalam memasyarakatkan pola tanam padi setahun dua kali (morekat) yang tadinya dianggap melanggar adat (tabu) karena kebiasaan pola tanam satu tahun sekali, bahkan menurut kepercayaan mereka akan menimbulkan malapetaka (kabendon), padahal menurut pemikirannya, adat hanyalah sebuah kebiasaan atau tata hidup yang bersifat turun temurun, jikalau hal itu menjadikan masyarakat adat itu sendiri taraf kehidupan dan penghidupannya menjadi susah dan menyusahkan mengapa harus dipertahankan? apalagi kalau hanya dijadikan ajang eksploitasi segelintir orang, walau kata pepatah adat "panjang teu beunang diteukteuk pondok teu beunang disambung" yang diartikan tata kehidupan harus sesuai dengan aturan adat tidak boleh dirubah, tentunya hal itu jika mengandung nilai positif/maslahat untuk anak incu. Beliau pun mendapat penghargaan kalpataru dari presiden RI kala itu Bapak Abdurahman Wahid, sebagai  wujud kecintaan beliau pada lingkungan dengan program penghijauan dan pengaturan tata kelola air yang baik. Selain itu beliau memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap seni dan budaya, bahkan ketika beliau masih hidup, setiap dua bulan sekali pasti mengadakan hiburan gratis bagi masyarakat diantaranya dengan mempergelarkan kesenian khas kasepuhan banten kidul seperti seni wayang golek, topeng, jipeng, angklung dan sebagainya, dimana seniman yang tampil merupakan incu putu dari kasepuhan, dan sesekali mendatangkan dari luar. Bapak Ali Rachman yang lahir pada tahun1927 dan wafat pada tahun 2002 telah mengalami tiga zaman dengan segala pengalaman asam pedas yang telah dirasakan, sehingga beliau sangat disegani bukan hanya di lingkungan kasepuhan banten kidul tetapi di wilayah banten pada umumnya, beliau memiliki kemampuan diplomasi yang sangat baik sehingga beliau dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Banten. Berbangga-lah masyarakat banten selatan seraya mengenang jasa-jasa beliau dalam memajukan pola pikir, pola sikap dan pola hidup masyarakat banten selatan yang maju, religius dan memiliki kearifan sosial yang tinggi. terima kasih Abah... selamat jalan.... semoga Alloh senantiasa menerima amal kebaikanmu.... dan memaafkan segala kekhilafanmu....!!!